Jumat, Desember 04, 2009

Like Father Like Son

Sesaat setelah menguburkan khalifah sebelumnya, Sulaiman bin Malik, khalifah Umar bin Abdul Aziz (tokoh pemimpin yang bergelar khulafa Rasyidin yang kelima karena keadilannya) beristirahat merebahkan diri. Tapi baru saja ia merebahkan badannya, seorang pemuda berusia tujuh belasan tahun datang menghampirinya dan mengatakan, "Apa yang ingin engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?" Khalifah menjawab, "Biarkan aku tidur barang sejenak. Aku sangat lelah dan letih sehingga nyaris tak ada kekuatan yang tersisa."

Namun pemuda itu tampak tidak puas dengan jawaban tersebut. Ia bertanya lagi, "Apakah engkau akan tidur sebelum mengembalikan barang yang telah diambil secara paksa kepada pemiliknya, wahai Amirul Mukminin?" Khalifah mengatakan, "Jika tiba waktu dzuhur saya bersama orang-orang akan mengembalikan barang-barang tersebut kepada pemiliknya."

sang pemuda pun kemudian menanggapi dengan sebuah pertanyaan yang menyentak hati khalifah Umar bin Abdul Aziz, "Siapa yang menjaminmu hidup sampai setelah dzuhur, wahai Amirul Mukminin?"

- - -

Membaca kisah tersebut di atas kemudian muncul sebuah pertanyaan, siapakah pemuda itu? mungkin kita tidak akan mengira bahwa ia adalah salah seorang anak khalifah sendiri. Tapi ternyata hal itulah yang terjadi, ia adalah Abdul Malik, putra Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz sendiri. Semoga Allah merahmati keduanya.

- - -

Sementara itu di kisah yang lain, seorang lelaki datang menghadap Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra. Ia melaporkan kepada khalifah tentang kedurhakaan anaknya. Khalifar Umar lantas memanggil anak yang dikatakan durhaka itu dan mengingatkannya tentang bahaya durhaka kepada orang tua.

Saat ditanya sebab kedurhakaannya, anak itu mengatakan, "Wahai Amirul Mukminin, tidakkah seorang anak mempunyai hak yang harus ditunaikan oleh orang tuanya?"
"Ya"
jawab khalifah. "Apakah itu?" tanya anak itu. Khalifah menjawab, "Ayah wajib memilihkan ibu yang baik buat anak-anaknya, memberi nama yang baik, dan mengajarkannya Al Qur'an."

lantas sang anak menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, tidak satupun dari tiga perkara itu yang ditunaikan ayahku. Ibuku beragama Majusi, namaku Ja'lan, dan aku tidak pernah diajarkan Al Qur'an."

Umar bin Khattab lalu menoleh kepada ayah dari anak itu dan mengatakan, "Anda datang mengadukan kedurhakaan anakmu, ternyata Anda telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu. Anda telah berlaku tidak baik terhadapnya sebelum ia berlaku tidak baik kepada Anda."

- - -


Saudaraku, apakah kita adalah seorang ayah serupa Umar bin Abdul Aziz ataukah seperti
ayah dalam kisah kedua? Bukankah anak seekor singa adalah singa, pun dengan anak seekor keledai pastilah ia keledai juga sebagaimana induknya.

Mudah-mudahan saya dan kita semua dapat mentarbiyah keluarga dan anak-anak kita dengan baik sebagai batu bata peradaban madani kelak, dan terhindar dari pelalaian terhadap kewajiban mentarbiyah keluarga kita. amiin

Rabbi awzi'niy an asykura ni'matakal latiy an'amta 'alayya wa 'alaa waalidayya wa an a'mala shaalihan tardhaahu wa ashlih fii dzurriyyatiy, inniy tubtu ilaika wa inniy minal muslimiin

"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai dan berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS. Al Ahqaaf: 15)


Kutipan kisah dari buku "Cinta di Rumah Hasan Al Banna", Muhammad Lili Nur Aulia, Pustaka Dakwatuna

Tidak ada komentar:

Penambah Ilmuku