Beberapa hari kemudian pagar rumah mereka pun penuh dengan paku yang tertancap dan sang anak pun sadar. Dia kemudian menanyakan kepada ayahnya apa yang harus dilakukan. Sang ayah meminta anaknya untuk mencabuti paku2 itu setiap kali sang anak menyesal atas kemarahannya. Dicabutlah paku2 itu oleh sang anak hingga tidak ada lagi paku yang tertancap di pagar.
Kemudian sang ayah memberikan hikmah dari pelajaran yang diberikannya,"Wahai anakku, kamu telah berusaha keras dan belajar untuk tidak menancapkan paku lagi, bahkan kamu sudah mencabut semua paku yang pernah kamu tancapkan.Hanya saja lihatlah bekas lubang akibat paku yang kamu tancapkan, lubang-lubang tidak akan tertutup kembali seperti sedia kala"
Makna kisah ini adalah bahwa ketika kita marah, reaksi emosional kita secara tidak kita sadari akan membuat sebuah luka yang halus yang tak dapat disembuhkan di dalam hati orang lain. Tak peduli seberapa banyak kita meminta maaf, luka itu pasti akan meninggalkan bekas. Serangan lisan akan sama menyakiti bahkan lebih manyakitkan daripada serangan fisik.
Benar sekali nasihat RasuluLLah saw, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam ..."(HR Bukhari dan Muslim)
AstaghfiruLLah, entah sudah berapa banyak orang yang tersakiti lisanku.
Mbah, Bapak, Ibu, Mas, Istriku, Zahid, Sahabat, Teman2, Semuanya ... Maafkanlah lisanku ini jika telah banyak menyisakan luka yang dalam.
Palu, pagi hari tgl 19-11-08
setelah sedih dan kaget membaca komentar kasar tentang Ust Anis Matta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar