Minggu, November 09, 2008

Qishash = Puasa

Membaca judul di atas sepertinya kita tidak menemukan sebuah relevansi. Qishash = puasa? Sungguh jauh berbeda. Qishash adalah salah satu terminologi dalam hukum Islam, sedangkan puasa adalah kewajiban yang selalu kita laksanakan di bulan Ramadhan. Qishash adalah istilah yang sangat jarang kita dengar, bahkan banyak kaum muslim yang tidak mengetahui, sedangkan puasa adalah istilah yang sudah tidak asing di telinga kita.

Namun ternyata beberapa hari lalu setelah mendengarkan kajian dalam acara Tarbiyah Tsaqofiyah (Tatsqif) oleh Ust. Muhammad Ali Lamu, Lc, seorang ustadz lulusan LIPIA Jakarta yang juga menjabat sebagai ketua fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Kota Palu, saya menemukan relevansi judul di atas. Ternyata qishash = puasa, tidak ada perbedaan.

Qishash menurut terjemahan Al-Qur’an versi Departemen Agama RI diartikan sebagai mengambil pembalasan yang sama. Qishash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat maaf dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. Pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Alloh menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, maka terhadapnya di dunia diambil qishash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.

Secara istilah, qishash memang berbeda dari puasa. Namun, secara syariat, keduanya memiliki persamaan dalam hal kewajiban pelaksanaannya.

Ayat mengenai kewajiban qishash dan puasa terangkai dalam satu surat dan pola kalimat yang hampir sama. Ayat tentang kewajiban qishash terletak pada QS. Al-Baqarah ayat 178-179 yang artinya,

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.


Sedangkan ayat tentang kewajiban puasa sebagaimana kita sudah mengetahui bahkan telah menghafalnya terletak pada QS. Al-Baqarah ayat 183 yang artinya,

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.


Ayat-ayat tersebut jelas sekali sama2 menyatakan tentang kewajiban qishash dan puasa, lalu kenapa perlakuan keduanya sangat berbeda? Siapa di antara kita yang berani untuk sengaja tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa adanya uzur? Sepertinya tidak ada. Namun kenapa kita sangat berani untuk tidak peduli dengan penerapan syariat di negeri ini? Na’udzu biLlahi min dzalika.

Syari'at adalah minhaj (pedoman) yang telah dibuat oleh Allah SWT untuk mengatur kehidupan yang Islami sesuai dengan Al Qur'an dan As-Sunnah. Sebuah masyarakat tidak bisa dikatakan sebagai masyarakat yang Islami kecuali apabila menerapkan syari'at dan merujuk kepadanya dalam seluruh aspek kehidupannya, baik yang bersifat ibadah ataupun muamalah. Maka tidak masuk akal, bila seorang Muslim mengambil perintah Allah untuk berpuasa yang berbunyi Kutiba 'alaikumush-shiyaam, sementara dia tidak mengambil perintah Allah untuk melaksanakan hukum qishash sebagaimana diperintahkan, Kutiba 'alaikumul qishash. Dan tidak logis pula jika ia menerima ayat-ayat yang mewajibkan shalat. sementara itu menolak ayar-ayat haramnya riba.” (DR Yusuf Qaradhawi, Sistem Masyarakat Islam dalam Al-Qur’an dan Sunnah)


Tidak ada komentar:

Penambah Ilmuku